
Indonesia Siap Hadapi Tantangan Tarif Impor AS, Menanggapi Kemarahan Trump terhadap BRICS
tarif impor tambahan dari Amerika Serikat (AS) akibat keputusan negara tersebut yang marah terhadap anggota BRICS, termasuk Indonesia.
Jika ancaman Trump terwujud, tarif impor AS untuk Indonesia bisa naik menjadi 42 persen, dari yang sebelumnya 32 persen.
Prasetyo menanggapi hal ini dengan pragmatisme, mengatakan bahwa keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS memang memiliki konsekuensi, salah satunya adalah menghadapi tekanan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat. “Kami merasa itu bagian dari keputusan kita kalau kita bergabung dengan BRICS yang kemudian itu ada konsekuensi, mau tidak mau harus kita hadapi,” ujar Prasetyo saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Upaya Diplomasi Indonesia dalam Menanggapi Ancaman Trump
Meskipun ancaman tarif tambahan dari Trump cukup serius, Prasetyo menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki ruang untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah AS. Mengingat adanya tenggat waktu yang diberikan Trump sampai 1 Agustus 2025, pemerintah Indonesia berencana untuk melanjutkan upaya diplomasi dan mencari solusi yang dapat menguntungkan kedua pihak. “Berdasarkan apa yang disampaikan Presiden Trump, di situ kan memberi tenggat waktu sampai 1 Agustus. Di jeda waktu ini, tadi malam kami berkoordinasi juga dengan Menko Ekonomi untuk kemudian melanjutkan kembali proses negosiasi. Di situ kan dibuka beberapa ruang juga,” imbuhnya.

Baca Juga : Rumah Warisan dan Konflik Keluarga yang Menegangkan
Kemarahan Trump dan Ancaman Tarif terhadap BRICS
Kemmarahan Presiden Trump terhadap BRICS muncul setelah kelompok negara berkembang ini mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam kebijakan tarif impor AS dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang digelar di Brasil.
“Negara mana pun yang mendukung kebijakan Anti-Amerika BRICS, akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10 persen. Tidak akan ada pengecualian terhadap kebijakan ini,” tegas Trump dalam pernyataannya.
Menghadapi Ketegangan Ekonomi Global
Sementara ancaman tarif impor ini membawa ketegangan antara Amerika Serikat dan negara-negara BRICS, Indonesia tetap berpegang pada prinsip diplomasi yang lebih inklusif dan saling menguntungkan. Pemerintah Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi domestik dan memperkuat posisi Indonesia di kancah perdagangan internasional.
Melangkah Maju dengan Diplomasi yang Cermat
Pemerintah Indonesia, meskipun menghadapi ancaman tarif tambahan dari AS, tetap menunjukkan kesiapan untuk melanjutkan dialog dan negosiasi. Upaya ini akan menjadi ujian bagi diplomasi Indonesia dalam mengelola hubungan dengan negara besar seperti Amerika Serikat. “Kami tetap melanjutkan upaya untuk bernegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat. Masih ada ruang untuk itu,” tutup Prasetyo.
