Kasus Guru SMAN 2 Amuntai Diduga Aniaya Siswa Inklusi, Bupati HSU: Harus Ada Jalan Keluar Terbaik
Inews Amuntai- Kasus dugaan penganiayaan seorang siswa inklusi di SMAN 2 Amuntai, Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, terus menuai sorotan publik. Peristiwa yang terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial itu memantik reaksi beragam, termasuk dari Bupati HSU, H. Sahrujani, yang menegaskan pemerintah daerah tidak akan tinggal diam.
Dalam keterangannya, Sahrujani menegaskan bahwa kasus ini akan ditangani secara serius. Ia meminta agar semua pihak bersabar sembari pemerintah mendalami duduk persoalan dengan menyeluruh.
“Kalau memang terbukti dari pihak guru melakukan tindakan yang berlebihan, tentu akan ada punishment (hukuman) sesuai aturan yang berlaku. Tapi kita harus cermat dulu melihat kronologinya, agar solusi yang diambil adil bagi semua pihak,” ucap Sahrujani usai menghadiri dialog bersama Menteri Sosial di Banjarbaru, Selasa (23/9/2025).

Baca Juga : Program Genre Jadi Pilar Pembangunan SDM Unggul di HSU
Bupati juga mengaku sudah menonton video yang viral di media sosial. Menurutnya, kasus ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena menyangkut nama baik dunia pendidikan dan kenyamanan belajar siswa, khususnya anak-anak berkebutuhan khusus.
“Setelah kembali ke daerah, saya akan fokus memperdalam masalah ini. Saya pastikan harus ada jalan keluar terbaik, bukan hanya untuk korban, tetapi juga untuk perbaikan sistem pendidikan kita ke depan,” tegasnya.
Sikap Tegas Pemerintah Provinsi
Tak hanya dari kabupaten, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Selatan juga telah mengeluarkan pernyataan resmi. Kepala Disdikbud Kalsel, Galuh Tantri Narindra, menyesalkan insiden yang terjadi di lingkungan sekolah.
“Kami sangat menyayangkan adanya dugaan kekerasan terhadap siswa, apalagi dilakukan oleh tenaga pendidik. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan ramah bagi semua peserta didik, termasuk anak-anak inklusi,” ujarnya.
Galuh memastikan pihaknya sudah turun tangan melakukan mediasi dan pendampingan terhadap korban, serta berkoordinasi dengan keluarga. Ia juga menegaskan bahwa proses evaluasi dan investigasi akan berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Sanksi dan Payung Hukum
Galuh menjelaskan, sanksi terhadap pelaku nantinya akan mengacu pada dua aturan penting. Pertama, Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, yang menegaskan larangan segala bentuk kekerasan di sekolah. Kedua, Peraturan Kepala BKN Nomor 6 Tahun 2022 yang mengatur disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Artinya, jika terbukti melanggar, konsekuensinya jelas, mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi disiplin yang lebih berat. Tidak ada toleransi bagi tindakan kekerasan di dunia pendidikan,” tegasnya.
Dukungan dan Harapan Masyarakat
Kasus ini mendapat perhatian besar dari masyarakat. Banyak pihak berharap agar pemerintah bergerak cepat memberikan keadilan bagi siswa, sekaligus memperkuat sistem pendidikan inklusif di Kalimantan Selatan.
Beberapa pemerhati pendidikan menilai, kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat pembekalan guru dalam menghadapi siswa inklusi. Diperlukan pelatihan khusus agar tenaga pendidik memiliki kesabaran, empati, dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
Perbaikan Sistem Pendidikan
Bupati Sahrujani menutup dengan menegaskan komitmen Pemkab HSU untuk memperkuat dunia pendidikan yang lebih ramah anak. “Saya berharap kasus ini jadi pembelajaran bagi semua pihak. Sekolah harus menjadi rumah kedua yang aman, nyaman, dan penuh kasih sayang bagi para siswa. Kita ingin melahirkan generasi yang cerdas, sehat, dan berakhlak mulia, bukan justru anak-anak yang trauma dengan pendidikan,” pungkasnya.